Saturday, April 13, 2019

Struktur Sastra Lisan Wayak Masyarakat Pesisir Barat

STRUKTUR SASTRA LISAN WAYAK MASYARAKAT PESISIR BARAT

ABSTRACT
Oleh
Armina*)
(arminafasya@gmail.com)

Kata Kunci: Struktur, Wayak, Masyarakat Pesisir Barat
Wayak merupakan pantun yang digunakan oleh masyarakat Pesisir Barat dalam bentuk monolog ataupun dialog. Orang tertarik mendengarkan wayak yang dilakukan di pesta pernikahan, pelengkap acara muda-mudi, radio daerah, dan televisi daerah. Permasalahan dalam penelitian ini berkaitan dengan struktur yang terdapat dalam Wayak sehingga menjadi populer dalam masyarakat Pesisir Barat dari dulu sampai sekarang. Tujuan dari  penelitian ini adalah untuk menggambarkan struktur yang terdapat dalam Wayak sebagai sastra lisan. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan ancangan etnografi untuk melakukan analisis sastra lisan Wayak dalam merekonstruksi struktur budaya masyarakat pemiliknya. Pengumpulan data dilakukan melalui studi dokumen, wawancara, dan observasi. Dalam pengumpulan data, peneliti berfungsi sebagai instrumen kunci. Struktur sastra lisan wayak masyarakat Pesisir Barat yang ditemukan dalam penelitian ini meliputi (1) kerangka wayak terdiri dari bait pembuka, isi, dan penutup; (2) konstruksi wayak terdiri dari empat baris; (3) jumlah kata dan suku kata wayak terdiri dari tiga kata dan tujuh suku kata; (4) rima wayak beragam yaitu ABAB, AAAA, dan ABBB; (5) perulangan bunyi wayak ada dua jenis yaitu perulangan bunyi vokal dan konsonan; (6) nada wayak berupa mengajak, menasihati, mengejek, sombong, kebahagiaan, kekecewaan, dan kesedihan; (7) gaya bahasa wayak terdiri dari paralelisme, inversi, dan elipsis; (8) bahasa kiasan dalam wayak meliputi perumpamaan, hiperbola, sinekdoke, dan metafora; (9) formasi sintaksis wayak yaitu pemakaian pronomina dan pemakaian afiks; (10) alat musik pengiring wayak berupa organ tunggal atau rebana; dan (11) tempo wayak terdiri dari tempo rendah tinggi dan cepat lambat.

*) Kepala SMKN 2 Metro
 

PENDAHULUAN
            Wayak  merupakan pantun yang digunakan oleh masyarakat Pesisir Barat dalam bentuk monolog ataupun dialog. Wayak digunakan sebagai pengantar acara adat, pelengkap acara pelepasan pengantin wanita ke tempat pengantin pria, pelengkap acara tarian adat, pelengkap acara muda-mudi, senandung saat meninabobokkan anak, dan pengisi waktu bersantai. Struktur wayak memiliki kemiripan dengan pantun. Wayak sebagian besar terdiri dari empat baris, dua baris pertama merupakan sampiran dan dua baris selanjutnya merupakan isi. Hal ini sesuai dengan ciri-ciri pantun pada umumnya. Namun, ada pula wayak yang setiap barisnya merupakan isi atau tidak ditemukan sampiran. Hal ini merupakan salah satu pembeda antara wayak dengan pantun.
            Selain hal di atas, terdapat pula perbedaan antara wayak dengan pantun. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pada setiap baris wayak. Dalam pantun, jumlah kata pada setiap baris didominasi dengan empat kata, sedangkan pada wayak jumlah kata pada setiap barisnya didominasi tiga kata. Selain itu, rima dalam wayak lebih didominasi dengan pola a, b, a, b. sedangkan rima pada pantun banyak yang berpola a, b, a, b dan banyak pula yang berpola a, a, a, a.
Wayak merupakan karya seni dalam bentuk puisi lisan. Puisi lisan tersebut merupakan sebuah teks sastra. Teks wayak memunyai struktur sebagaiman puisi pada umumnya. Piah (1989:123) berpendapat bahwa pantun memiliki struktur luaran dan struktur dalaman. Struktur luaran mencakup bait, jumlah kata dalam setiap baris, jumlah suku kata, adanya sampiran dan maksud, rima, dan bait mengandung satu pikiran yang bulat dan lengkap. Sedangkan struktur dalaman mencakup penggunaan lambang-lambang, misalnya simile, metaphor, imajeri, dan simbol.
Wolosky (2008:3) berpendapat bahwa struktur atau elemen dari puisi terdiri atas pilihan kata (diction) dan susunan kata (sintax), bunyi (sound), dan perhentian (pause), imaji (image), dan bahasa kiasan (language of figures). Taylor (1981:163-215) membagi struktur puisi terdiri atas pola bahasa (patterns of language), bahasa kiasaan (language of speech), irama (rhythm), dan pola bunyi (sound patterning). Reaske (1966:12-24) menjelaskan bahwa kajian tentang struktur dasar puisi, kerangka teknis dan pola konstruksi disebut versification. Struktur dasar yang dimaksud meliputi irama dan meter, rima, dan bait. Siswantoro (2010:63) berpendapat bahwa unsur-unsur intrinsik puisi mencakup diksi, gaya bahasa, pencitraan, nada suara, ritme, rima, bentuk puisi, aliterasi, asonansi, konsonansi, hubungan makna, dan bunyi.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka struktur puisi dalam wayak sebagai sastra lisan yang akan dianalisis adalah (1) pilihan kata; (2) bait; (3) rima; (4) irama; (5) pengulangan bunyi; (6) nada; (7) bahasa kiasan; dan (8) pola gaya bahasa.
Pilihan kata (diction) merupakan salah satu unit dasar dalam membangun sebuah puisi. Pilihan kata dalam puisi mempertimbangkan aspek bunyi, makna, hubungan sintaksis, dan nilai estetika. Bait (stanza) adalah kumpulan baris-baris yang tersusun secara teratur, dengan struktur tetap, konsisten, dan harmonis. Pada umumnya puisi dibangun baitnya berdasarkan skema rima. Jumlah baris dalam setiap bait bervariasi. Bait yang terdiri dari dua baris disebut kuplet (couplet). Untuk bait yang terdiri dari tiga baris disebut triplet. Jenis bait kuplet atau triplet pada umumnya menggunakan  skema rima AAA. Kemudian bait puisi yang terdiri dari empat baris disebut kuatrain (quatrain).
Rima (rhyme) pada umumnya merupakan pengulangan bunyi yang sama untuk membentuk musikalitas. Rima tidak saja mengedepankan bunyi yang artistik melainkan juga gagasan yang dipancarkan melalui kata-kata yang dipilih oleh penyair. Irama (rhtym) merupakan unsur yang terdapat dalam puisi. Siswantoro (2010:124) menjelaskan bahwa irama atau ritme merujuk pada perulangan suara yang mengalir seperti gelombang, turun-naik disebabkan oleh tatanan tekanan (arrangement of stress).
Pengulangan bunyi dalam puisi berupa aliterasi dan asonansi. Siswantoro (2010:136) menjelaskan bahwa aliterasi terkait dengan perulangan bunyi konsonan sedangkan asonansi pengulangan bunyi vokal. Nada (tone) merupakan sikap penyair terhadap pembaca. Dalam teks puisi terdapat komunikasi antara penyair dan pembaca. Waluyo (1987:125) mengemukakan bahwa nada terkait dengan sikap penyair terhadap pembaca. Penyair bersikap menggurui, menasehati, mengejek, menyindir, atau bersikap lugas hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca.
Majas (figure of speech) merupakan bagian terpenting dalam puisi. Penyair menyampaikan pesan dalam bentuk simbolik. Untuk menangkap pesan-pesan pembaca atau pendengar dipadu dengan bahasa kiasan. Bahasa kiasan berbentuk ungkapan-ungkapan dalam tataran makna konotatif. Taylor (1981:165) membagi majas (figure of speech) dalam tiga bagian yaitu perbandingan dan penggantian (comparationand substitution), representasi dengan penggantian (representing by substitution), dan kontras dan pembalikan (contras by discrepancy and inversion). Luxemburg dkk (1987:60-64) membagi majas dalam empat jenis yaitu (1) majas pertentangan, misalnya “ada waktu untuk datang, ada waktu untuk pergi”; (2) majas identitas mencakup perumpamaan dan metafora, misalnya “anak itu bodoh seperti kerbau”; (3) majas kontinguitas, misalnya dalam bentuk metonimia dan sinekdoke; dan (4) majas simbolik, misalnya lampu merah tanda lalu lintas bermakna berhenti. berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka jenis majas yang akan dilihat pada Wayak meliputi simile, hiperbola, sinekdoke, dan metafora.
Gaya bahasa (style of language) merupakan proses transformasi teks sastra. Transformasi tersebut dapat terjadi juga dalam teks-teks puisi. Luxemburg dkk (1987:64) menjelaskan bahwa gaya bahasa sebuah teks ditandai tidak hanya dengan pilihan kata tetapi juga oleh perpanjangan kalimat, sifat kalimat, dan cara konstruksi kalimat. Ada tiga bentuk gaya bahasa yang ada dalam teks sastra yaitu, paralelisme, invers, dan elips. Paralelisme disebut sebagai perulangan pola kalimat yang sama (repetition of similar syntactic patterns). Invers merupakan gaya bahasa yang ditandai dengan pembalikan sintaksis (syntactic dislocation). Elips adalah jenis gaya bahasa yang ditandai dengan penghilangan unsur sintaksis (syntactic deletion).
            Permasalahan dalam penelitian ini berkaitan dengan struktur yang terdapat dalam Wayak sehingga menjadi populer dalam masyarakat Pesisir Barat dari dulu sampai sekarang. Tujuan dari  penelitian ini adalah untuk menggambarkan struktur yang terdapat dalam Wayak sebagai sastra lisan. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan ancangan etnografi untuk melakukan analisis sastra lisan Wayak dalam merekonstruksi struktur budaya masyarakat pemiliknya. Pengumpulan data dilakukan melalui studi dokumen, wawancara, dan observasi. Dalam pengumpulan data, peneliti berfungsi sebagai instrumen kunci.                 


PEMBAHASAN
Kabupaten Pesisir Barat merupakan kabupaten yang terdiri dari daratan, pegunungan, dan laut. Dari wilayah tersebut, penduduk di kabupaten ini dapat berkreasi dalam menciptakan lapangan pekerjaan. Di alam berupa daratan mereka memanfaatkan lahan untuk berdagang. Di daerah pegunungan mereka dapat bertani atau berkebun. Sedangkan di daerah lautan mereka banyak yang menjadi nelayan. Selain itu, mata pencaharian penduduk Kabupaten Pesisir Barat juga ada yang sebagai pegawai negeri atau pun swasta.
Rutinitas sehari-hari masyarakat Pesisir Barat berjalan sesuai mata pencaharian masing-masing. Interaksi yang terjadi membuat mereka menjadi semakin erat. Dalam interaksi sosial, masyarakat Pesisir Barat banyak menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia banyak digunakan di tempat kerja, sekolah, dan terkadang di dalam lingkungan keluarga atau rumah. Penggunaan bahasa Lampung sudah sangat jarang digunakan oleh generasi muda apalagi bagi mereka yang tinggal di daerah kota. Mereka lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi. Penggunaan bahasa Lampung lebih banyak digunakan oleh mereka yang tinggal di daerah pedesaan. Penggunaan bahasa Lampung lebih digunakan dalam acara adat seperti butetah, hahiwang, butangguh, nyambai, miyah damagh, kedayek, cangget atau pun tradisi lisan yang lainnya. Bahasa Lampung terdiri atas dua dialek yaitu dialek O dan dialek A. Bahasa Lampung dialek O meliputi Abung dan Menggala. Bahasa Lampung dialek A meliputi Way Kanan, Sungkai, Melinting, Pubian, Pesisir, dan Pemanggilan Jelema Daya.
Data rekaman tukang wayak berjumlah 29 orang yang berasal dari 17 marga yang ada di Pesisir Barat. Berikut nama-nama tukang wayak, asal desa, pekerjaan, usia, jumlah bait wayak, dan jumlah baris wayak.

NO
NAMA
PEKON
PEKERJAAN
USIA
JMLHBAIT
JUMLAH BARIS
1.
Zenti Yunani
Cahaya Negeri
Ikut Orang Tua
26
6
24
2.
Rahman
N. Ratu
P. PNS
62
21
84
3.
M. Zen Azhari
N. Ratu
Tani
67
9
36
4.
Idrus
M. Maya
Wiraswasta
68
8
32
5.
Sayuti Lubis
Kuta Batu
Wiraswasta
50
8
32
6.
Kulin Mustapa
N. Ratu
Tani
46
8
32
7.
Mursi.M  Mamak Lawok
P. Raya
Serabutan
60
32
128
8.
Moified
T. Jati
Tani
49
15
60
9.
Minan Datun
Bambang
Ibu rumah tangga
48
13
52
10.
Khoidir
Penengahan
Tani
79
6
24
11.
Mupit Dalena
T. Sakti
Tani
59
52
208
12.
Tamrin
Suka Marga
Tani
57
8
32
13.
Samsi
P. Krui
Wiraswasta
65
21
84
14.
Ali Muksin
N. Ratu
Wiraswasta
70
26
104
15.
Irwan Piskal
Jambat
Sekdes
36
10
40
16.
Kausar Mas
Way Sindi
PNS
49
6
24
17.
Safarudin
Walur
Nelayan
42
5
20
18.
Chairani
K. Dalam
Ibu rumah tangga
50
10
40
19.
Hendrik Gunawan
Bandar
Tani
52
4
16
20.
Hipzon
Pagar Bukit
Tani
45
7
28
21.
Samsul Bahri
Way Haru
Tani
65
3
12
22.
Anton Cabara
Canggu
LSM
53
8
32
23.
Edi Yurizal
Tapak Siring
PNS
37
11
44
24.
Siswanto
G. Kemala
LSM
43
6
24
25
Fahrizal Efendi
Way Suluh
Tani
79
10
40
26.
Ricardo
B. Waras
Tani
67
10
40
27.
Yuzaki Chalik
Perpasan
Wiraswasta
55
15
54
28.
Ari sagita
P. Mulya
Honor Pemda
36
11
44
29.
Darmansyah
Pasar Pulau
Tani
48
11
50
          
           Struktur wayak yang ditemukan dalam penelitian ini terdiri dari kerangka wayak, konstruksi wayak, jumlah kata dan suku kata, rima dalam wayak, perulangan bunyi, nada dalam wayak, gaya bahasa, bahasa kiasan, formasi sintaksis, alat musik pengiring, dan tempo wayak.

1.    Kerangka Wayak
Kerangka wayak pada setiap bait wayak pada umumnya terdiri dari bait pembukaan, isi, dan penutup. Bait pembuka biasanya dimulai dengan salam, bismillah, dan permohonan maaf. Bait pembuka wayak dapat dilihat pada contoh berikut.

Asalamualaikum                                             Assalamualaikum
Alaikumsalam                                                 Alaikumsalam
Niku kumbang say mekhum                           Kamu bunga yang harum
Kusambut culuk khua                                     Kusambut dengan kedua tangan

Robbikumni robbikum                                    Robbikumni robbikum
Robbikum solli a'laa                                       Robbikum solli a’laa
Assalamualikum                                              Assalamualaikum
Nyak numpang aga cawa                                Permisi saya mau bicara

Ali-ali di jaghi kikhi                                        Cincin di jari kiri
Gelang di culuk kanan                                    Gelang di tangan kanan
Mahap sunyini di ketti                                    Maaf dengan semuanya
Ki salah kham semahapan                              Kalau salah saling memaafkan

            Bait-bait pada wayak di atas merupakan bait-bait pembuka yang berisikan salam. Salam selalu diucapkan oleh sebagian besar masyarakat Pesisir Barat ketika mengawali kegiatan berwayak. Kata assalamualaikum dan bissmilah merupakan penanda landasan budaya masyarakat Pesisir Barat yang selalu mengawali pembicaraan dengan mengucapkan salam. Selain berisikan salam, bait-bait pembuka pada wayak juga terkadang berisikan permohonan maaf.
             Bait isi mencakup beragam variasi wayak yang dapat dilihat dari sudut tema. Tema yang ada dalam wayak terdiri dari tema percintaan (muda-mudi), agama, kekecewaan dan kesedihan, kesombongan, merendahkan diri, kebahagiaan dan sebagainya. Berikut adalah contoh bait-bait wayak berdasarkan tema tersebut.

Mula asalni pekhing                                        Asal mulanya bambu
Mulan jak pekon liwa                                     Bibit dari kampung Liwa
Mula asalku gekhing                                       Penyebab aku cinta kamu
Tauwa bakhong sakula                                   Karena kita sekolah bersama

Khiyun-khiyun besusun                                  Ramai-ramai berbaris
Sanak mulang sekula                                      Anak pulang sekolah
Kekhiloh buyun-buyun                                   Perilaku bagus-bagus
Dang lupa waktu lima                                     Jangan lupa lima waktu

mejong pejong dihini                                      Duduk-duduk di pantai
ginalah nutuk humbak                                    Pikiran ikut ombak
nyak miwang mak didengi                             Saya menangis tidak didengar
luh tiak mak diliak                                          Air mata jatuh tidak dilihat

Pertama ni kamunduk                                     Pertamanya gori
Kakhua ni lamasa                                            Keduanya nangka
Kipak niku mak mukuk                                  Kalaupun kamu tidak mau
Sangun sekam mak haga                                Memang saya tidak suka

Ngagetas di Tekhatas                                      Motong padi di Teratas
Siwok campokh sejekhu                                 Ketan campur beras
Niku pakhitang lutas                                       Kamu padi pilihan
Nyak huwok di uncuk ninyu                           Saya dedak di ujung tampah

Ngegutan siwok handak                                 Makan ketan putih
Sejekhu sangon pakhi                                     Anak padi memang padi
Hatiku khasa mahanjak                                   Hatiku rasa senang
Butungga jama minak muakhi                        Bertemu dengan sanak saudara

          Bait-bait isi di atas merupakan bait-bait isi wayak yang menggambarkan perasaan hati seorang tukang wayak. Dengan menggunakan lambang-lambang tertentu tukang wayak berupaya melukiskan isi hatinya. Dalam berwayak, tukang wayak bisa saja menggunakan kata-kata yang ada di alam seperti kata bambu, beras, gori, nangka dan sebagainya.
          Kemudian untuk bait penutup ditandai dengan ungkapan/pernyataan wayak sudah akan selesai. Terkadang berisi pula permohonan maaf dan berpamitan dengan pendengar. Berikut adalah contoh bait penutup wayak.

Attak ija cekhita                                               Sampai di sini cerita
Attak ija kisahni                                               Sampai di sini kisahnya
Kantu bang salah cawa                                   Kalau ada salah bicara
Mahap jama sunyinni                                      Mohon maaf pada semua

Takhu pai antak ija                                           Berhenti dulu sampai di sini
Wayak mak ngedok lagi                                  Wayak tak ada lagi
Kintu bang salah cawa                                    Kalau ada salah bicara
Mahap bu khibu kali                                        Mohon maaf beribu kali

2.    Konstruksi Wayak
   Konstruksi wayak pada umumnya terdiri dari empat baris. Dua baris pertama disebut sampiran (pembayang) dan dua baris berikutnya merupakan isi. Sampiran merupakan dua baris pembayang yang digunakan sebagai pernyataan yang menghubungkan isi. Sedangkan isi merupakan maksud atau tujuan yang ingin disampaikan oleh tukang wayak. Namun terdapat pula wayak yang tidak memunyai sampiran. Dengan kata lain baris-baris wayak tersebut hanya berisikan tentang isi/ maksud yang ingin disampaikan.


Mak pandai nginong kayu
           

Perulang nyak ulehmu

Sampiran



Isi
Burung bersarang di atap
Tidak tahu jenis kayu

Sawah jauh tidak menginap
Pulang pergi karena dirimu

Nyak nutuk aku minan                                                Saya ikut kamu bibi
Sapa ditunggu dija                                                      Siapa yang kutunggu disini
Kik nyani kekhitukan                                                  Tetapi jika membuat repot
Tokko nyak dikhanglaya                                             Buang saya di jalan

3.    Jumlah Kata dan Suku Kata
   Jumlah kata pada setiap baris wayak  tiga kata dan jumlah suku kata (syllable) pada setiap baris wayak tujuh suku kata.

Nga-de-khap  ha-tok  si-khap (3/ 3,2,2)                    Hujan di atas sirap
Ga-lum-pai  ni- jam  ba-tu (3/ 3,2,2)                         Gubuk bertangga batu
Ti-kin-cau  mu-loh  la-tap (3/ 3,2,2)                          Terbuang kembali penuh
Ki-nyak  te-mu  di-ni-ku (3/ 2,2,3)                             Kalau saya jadi milikmu

A-jo  su-khat-ku  em-mak (3/2,3,2)                           Ini suratku ibu
Ku-tu-ju- ko  mid  ku-ti (3/4,1, 2)                               Kutujukan pada kalian
A-jo  su-khat-ku  ba-pak  (3/2,3,2)                            Ini suratku Bapak
Ma-hap-ko  pay  nyak  la-wi  (4/ 3,1,1,2)                  Maafkan dulu saya

4.    Rima dalam Wayak
            Rima atau pola bunyi yang terdapat dalam wayak beragam. Namun rima atau pola bunyi yang dominan pada wayak adalah ABAB dan pola AAAA. Sedangkan pola ABBB ditemukan hanya satu bait. Nilai estetis wayak terlihat pada pembentukan kata-kata dengan bunyi yang serupa di bagian akhir kata.

Api kabakhni pugung                                     Apa kabarnya Pugung
Munyainyan juga kudo                                   Apakah dalam keadaan sehat?
Api kabkhni bukhung                                     Apa kabarnya burung 
Malih tindekhni kudo                                      Apakah pindah tempat hinggapnya?

Berlayar lawok Krui                                        Berlayar di laut Krui
Cakak jukung katekh sai                                Naik perahu sayapnya satu
Nyak gekhing kidang khugui                          Saya cinta tetapi ragu
Labuh mu ui lain sai                                       Pacarmu tidak hanya satu

Mula tanno puakhi(A)                                    Kita bersaudara
Jejama kham bugiat(B)                                 Sama-sama bekerja
Nyin dapok maju pesat(B)                             Supaya dapat maju pesat
Husus ni Lappung Barat(B)                           Khususnya Pesisir Barat

5.    Perulangan Bunyi
            Perulangan bunyi yang terdapat dalam wayak ada dua jenis yakni perulangan bunyi vokal dan konsonan. Perulangan bunyi vokal sering disebut dengan asonansi dan Perulangan bunyi konsonan sering disebut dengan aliterasi.

Betawi tano mangi                                         Betawi sekarang sepi
Belanda pekhang di Aceh                              Belanda perang di Aceh
Tikebang ngicok-icok                                     Terbang melayang-layang
Kidang khisok kubimbing                               Tetapi selalu kuingat

Kingitung bangik bandung                             Kalau ingat bersama-sama
Haga dang lipang lagi                                   Jangan berpisah lagi
Kekhiloh khek kedayok                                 Terkenang masa lalu
Mak niku kindo mawat                                   Kalau bukan kamu siapa lagi

6.    Nada dalam Wayak
            Nada (tone) dalam wayak merupakan perwujudan emosi atau luapan perasaan dari seorang tukang wayak yang ingin disampaikan kepada pembaca. Dapat dikatakan bahwa nada (tone) merupakan sikap tukang wayak terhadap pembaca/pendengar. Sikap tersebut bisa berupa mengajak, menasihati, mengejek, sombong, menunjukkan kebahagiaan, kekecewaan, kesedihan dan sebagainya. Misalnya Minan Datun seorang tukang wayak yang berwayak dalam acara festival Pesisir Barat. Di hadapan audiens, ia mengajak untuk bersama-sama membangun Pesisir Barat agar tercipta kehidupan yang mufakat. Berikut adalah contoh wayak sesuai pemaparan tersebut.

Yukidah Lappung Barat                                 Dialah Pesisir Barat
Kota Liwa berbunga                                      Kota Liwa berbunga
Sunyin khakyat mupakat                               Semua rakyat mufakat           
Buguai jama-jama                                         Bekerja bersama-sama

Contoh lain juga dilakukan oleh Kausar Mas dalam bait wayaknya menasihati agar masyarakat memperbaiki diri agar menjadi lebih baik lagi. Bersabar akan setiap cobaan yang dihadapi dan tidak berlarut-larut dalam kesedihan. Berikut adalah contoh baris wayak tersebut.

Payu kidah minak muakhi                              Baiklah sanak saudara
Mulang kham ngaji dikhi                                Mari kita koreksi diri
Bangsa kham lagi kena uji                             Bangsa kita sedang diuji
Miwang dang tibabiti                                      Menangis jangan berlarut-larut

Nada mengejek yang disampaikan oleh Basirmas. Bait wayak ini mengungkapkan tentang perasaan tukang wayak yang sangat membenci seseorang. Perasaan benci itu bisa disebabkan karena penolakan cinta atau memang tukang wayak benar-benar tidak menyukai orang tersebut

Kucing-kucing kakukhing                              Kucing-kucing belang
Luncat-luncat di sabah                                  Loncat-loncat di sawah
Panyanimu nyak gekhing                              Kamu pikir saya senang
Yakindo aga mutah                                       Padahal mau muntah

            Nada sombong yang disampaikan oleh Basirmas. Dalam wayak ini tukang wayak menggambarkan dirinya sebagai seseorang yang paling hebat dan sombong. Bait wayak ini mengungkapkan tentang seorang lelaki yang menyatakan perasaan terhadap wanitanya. Namun untuk menutupi rasa malu ketika perasaan cintanya ditolak maka sang pria mengungkapkan sebenarnya ia tidak menyukai sang wanita tersebut.

Pertama ni kamunduk                                   Pertamanya gori
Kakhua ni lamasa                                         Keduanya nangka
Kipak niku mak mukuk                                  Kalaupun kamu tidak mau
Sangun sekam mak haga                             Memang saya tidak suka

             Wayak dengan nada yang menunjukkan rasa bahagia disampaikan oleh Chairani. Bait wayak ini merupakan bait wayak yang mengungkapkan perasaan bahagia dari tukang wayak. Tukang wayak ingin menyampaikan kebahagiaannya ketika berkumpul dengan sanak saudaranya.

Ngegutan siwok handak                                 Makan ketan putih
Sejekhu sangon pakhi                                     Anak padi memang padi
Hatiku khasa mahanjak                                   Hatiku rasa senang
Butungga jama minak muakhi                        Bertemu dengan sanak saudara

            Selanjutnya wayak dengan nada yang menunjukkan rasa kecewa disampaikan oleh Rahman Puspanegara. Pada wayak ini menggambarkan kekecewaan dari tukang wayak karena menahan rindu pada sang kekasih sampai-sampai terbawa dalam mimpi.

Kebunyi muneh samang                                 Berbunyi pula siamang          
Kakikha tengah bingi                                      Kira-kira tengah malam
Minjak digukhah miwang                               Bangun karena menangis
Niku delom hanipi                                         Kamu ada dalam mimpi

Wayak dengan nada yang menunjukkan rasa sedih disampaikan oleh Kausar Mas. Baris-baris wayak ini merupakan baris-baris wayak yang menggambarkan cerita sedih. Tukang wayak memaparkan cerita tentang tragedi bencana alam yang melanda masyarakat. Bencana tersebut tidak hanya menyebabkan kerugian harta benda namun juga nyawa manusia.

Sedih ngedengis cekhita                                 Sedih mendengar cerita
Bencana di dipa-dipa                                      Bencana di mana-mana
Kokhban lamon di hakhta                               Korban banyak harta
Kheno muneh di nyawa                                  Begitu juga nyawa

7.    Gaya Bahasa
            Bait-bait wayak memunyai gaya bahasa yang terdiri dari gaya bahasa paralelisme, inversi, dan elipsis. Paralelisme merupakan gaya bahasa penegasan yang berupaya pengulangan kata pada baris/kalimat. Inversi adalah gaya bahasa yang ditandai dengan pembalikan susunan antara dua kata dalam sintaksis, sedangkan elipsis adalah jenis gaya bahasa yang berwujud menghilang suatu unsur kalimat yang dengan mudah dapat diisi atau ditafsirkan sendiri oleh pembaca.

Kusanssat selom khellom                              Kupaksakan menyelam dalam
Asal putungga batu                                       Asal bertemu batu
Kusanssat pedom khellom                             Kupaksakan tidur malam
Asal putungga niku                                       Asal bertemu kamu    
Ngelagok nyak diruntan                                 Heran saya dengan Rumbia
Ngelagok nyak dibadan                                 Heran saya dengan badan

Midokh-midokh di kebun                               Jalan-jalan di kebun
Ngeletuh batang kupi                                      Memotong batang kopi
Midokh-midokh dimalam minggu                  Jalan-jalan di malam minggu
Ngabilang-bilang ombak                                Bermain-main di ombak

8.        Bahasa Kiasan
            Bahasa kiasan merupakan bentuk ungkapan-ungkapan dalam tataran makna konotatif. Bahasa kiasan digunakan tukang wayak untuk menyampaikan pesan dalam bentuk simbolik. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan efek-efek tertentu seperti efek makna maupun keindahan. Bahasa kiasan dalam wayak meliputi smile, hiperbola, sinekdoke, dan metafora. Smile merupakan pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan membandingkan suatu dengan keadaan lain yang sesuai dengan keadaan yang dilukiskannya. Hiperbola merupakan pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal. Sinekdoke merupakan pengungkapan bahasa piguratif yang mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan atau sebaliknya, sedangkan metapora merupakan pengungkapan yang membandingkan suatu benda dengan benda karena mempunyai sifat yang sama atau hampir sama.

Injuk khunggakni minyak                              Seperti minyak mendidih
Galumbangni tangguli                                   Ombaknya gula merah
Kinjukni buak buak                                        Sepertinya kue-kue
khadu saka kubeli                                         Sudah lama kubeli

Muli halom pu pedom                                    Gadis hitam tukang tidur
Minjak pu belak-belak                                    Bangun menjilat-jilat
Mutohni balak undom                                    Tahi mata sebesar batok kelapa
Dacok pak nuba gakhak                                Dapat membuat mabok kepiting

Sangun kita bubida                                       Memang kita berbeda
Hukhikku mak bukheti                                   Hidupku tak berarti
Niku kayu lom rimba                                   Kamu kayu dalam hutan
Nyak jukuk dibah jami                                Saya rumput di bawah batang padi

Penyanaku ya kambas                                Saya pikir dia pohon kambas
Kikhani capa Ngukha                                  Rupanya rumput capa muda
Penyanaku ya bakas                                     Saya pikir dia laki-laki
Bang bebai tuha nyelana                              Ternyata nenek pakai celana

9.    Formasi Sintaksis
Dalam wayak juga telah ditemukan formasi sintaksis yaitu pemakaian pronomina dan pemakaian afiks. Pronomina yang muncul dalam baris wayak, masing-masing adalah saya, kamu, dan dia. Pemakaian afiks dalam wayak pada morfem dasar berupa surfiks. Surfiks dalam wayak adalah –ni.

Ma khelom nyak ku pedom                           Larut malam saya tidur
Mani ngingokko niku                                     Karena ingat pada diri kamu
Kuselam ia mak dacok                                  Kuselam dia tidak bisa

Geddahni kham petani                                  Karenanya kita petani
Kidang biasni dipa..?                                    Tetapi berasnya dimana?

10.  Alat Musik Pengiring
Wayak merupakan hasil kebudayaan masyarakat Lampung yang dibawakan dengan dua cara yakni berwayak tanpa alat musik dan berwayak dengan menggunakan alat musik. Keindahan wayak yang menggunakan alat musik merupakan perpaduan antara kelihaian seorang tukang wayak dan keharmonisan alat musik pengiringnya. Wayak pada umumnya dipertunjukan di dalam sebuah pesta adat. Namun sekarang wayak juga sering digunakan di dalam acara penyambutan tamu. Wayak diiringi dengan alat musik seperti organ tunggal dan tekhbang/rebana. Sebelum diiringi organ tunggal atau tekhbang/rebana, tukang wayak pada zaman dahulu berwayak diiringi oleh Sekhdam atau seruling bambu. Alat musik ini merupakan alat musik tradisional yang terbuat dari bambu. Sekhdam ini ditiup dari ujung bambu dan menggunakan nada do, re, mi, pa.
  
11. Tempo Wayak
Dari hasil rekaman wayak yang dikumandangkan oleh beberapa informan, diperoleh tempo dalam wayak yang sangat bervariatif. Tempo itu terdiri dari tempo rendah tinggi dan cepat lambat. Setiap tukang wayak memunyai ciri khas tersendiri ketika mereka berwayak. Tempo wayak juga menyesuaikan irama musik pengiring dari wayak tersebut. Contoh wayak dengan tempo tinggi rendah dan cepat lambat sebagai berikut.

Api kabakhni pugung                                      Apa kabarnya Pugung
Munyainyan juga kudo                                   Apakah dalam keadaan sehat?
Api kabakhni burung                                      Apa kabarnya burung             
Malih tindekhni kudo                                      Apakah pindah tempat hinggapnya?

Hampir semua wayak memunyai tempo tinggi rendah dan cepat lambat. Salah satunya adalah contoh wayak yang dibawakan oleh Mupit dalena. Dalam wayak tersebut, tempo wayak di awali dengan tempo yang tinggi yakni pada penambahan kata ‘i’. Mupit membawakan wayak dengan menambahkan kata ‘i’, secara transkripsi wayak menjadi

Iiiii apiiii kabarniiii pugungggg
Munyainyannnn jugaaaa kudoooo, Munyainyan juga kudo
Iiiii apiiii kabrniiii burungggg                                               
Malihhhh tinderniiii kudoooo, Malih tinderni kudo

Baris pertama dengan penambahan huruf di akhir kata menunjukkan bahwa tempo wayak tinggi dan lambat. Kemudian di baris kedua menunjukkan tempo wayak tinggi dan lambat, kemudian menjadi rendah dan cepat. Pada baris ketiga tempo wayak kembali seperti pada tempo wayak pada baris pertama yakni menjadi tinggi dan lambat. Pada baris keempat tempo wayak sama dengan tempo pada baris kedua yakni tinggi rendah, kemudian menjadi rendah dan cepat.


SIMPULAN
Wayak memunyai kemiripan dengan pantun Melayu. Konsep umum yang terdapat pada sebuah pantun Melayu pada umumnya yakni struktur pantun Melayu terikat dengan rima, irama, terdiri atas sampiran dan isi, urutan bait serta jumlah kata dan suku kata. Namun, dalam wayak terdapat beberapa hal yang berbeda yang membuat wayak memunyai variasi tersendiri dibandingkan dengan pantun Melayu. Variasi tersebut adalah pertama tidak selamanya bait wayak terdiri dari sampiran dan isi, melainkan semua baris wayak tersebut merupakan isi. Kedua dalam jumlah kata pada wayak mayoritas terdiri dari tiga kata di setiap barisnya sedangkan dalam pantun Melayu pada umumnya jumlah kata terdiri dari empat kata dalam setiap barisnya. Begitu pula dengan jumlah suku kata pada wayak terdiri dari tujuh suku kata di setiap barisnya sedangkan dalam pantun Melayu, jumlah suku kata pada umumnya terdiri dari delapan suku kata. Variasi selanjutnya terdiri adalah urutan bait. Urutan bait dalam wayak terdiri dari bait pembuka, isi, dan penutup sedangkan pada pantun Melayu jarang dijumpai hal tersebut.
Struktur sastra lisan wayak masyarakat Pesisir Barat yang ditemukan dalam penelitian ini meliputi (1) kerangka wayak terdiri dari bait pembuka, isi, dan penutup; (2) konstruksi wayak terdiri dari empat baris; (3) jumlah kata dan suku kata wayak terdiri dari tiga kata dan tujuh suku kata; (4) rima wayak beragam yaitu ABAB, AAAA, dan ABBB; (5) perulangan bunyi wayak ada dua jenis yaitu perulangan bunyi vokal dan konsonan; (6) nada wayak berupa mengajak, menasihati, mengejek, sombong, kebahagiaan, kekecewaan, dan kesedihan; (7) gaya bahasa wayak terdiri dari paralelisme, inversi, dan elipsis; (8) bahasa kiasan dalam wayak meliputi perumpamaan, hiperbola, sinekdoke, dan metafora; (9) formasi sintaksis wayak yaitu pemakaian pronomina dan pemakaian afiks; (10) alat musik pengiring wayak berupa organ tunggal atau rebana; dan (11) tempo wayak terdiri dari tempo rendah tinggi dan cepat lambat.


DAFTAR PUSTAKA
Alisjahbana, Sutan Takdir. Puisi Lama. Jakarta: Dian Rakyat, 2011.

Aminuddin. 2004. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo

Atkinson, Paul. The Ethnographic Imagination. New York: Routledge, 1994

Balai Pustaka. Pantun Melayu. Jakarta: Balai Pustaka, 2008.

Daillie, Francois-Rene. Alam Pantun Melayu: Studies on the Malay Pantun. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1998.

Damono, Sapardi Djoko. Pedoman Penelitian Sosiologi Sastra. Jakarta: Pusat Bahasa, Depdiknas, 2002.

Danandjaja, James. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dll. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2007

Darsan, Nurdin. 2002. Sastra Daerah Lampung. Lampung: Taman Budaya

-----------------   . 2007. Serba Serbi Adat Istiadat. Lampung: DKL

Djamaris, Edwar dkk. Antologi Sastra Lama I. Jakarta: Depdikbud, 1990.

--------. Pengantar Sastra Minangkabau. Jakarta: Yayasan Obor, 2002.

Dundes, Alan. The Study of Folklore. London: Prentice Hall, 1965.

Endraswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2012.

-------- . Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Caps, 2011.

-------- . Teori Pengkajian Sosiologi Sastra. Yogyakarta: UNY Press, 2012.

Faruk. Pengantar Sosiologi Sastra: dari Strukturalisme Genetik sampai Post-Modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.

Hooykaas C. Penjedar Sastera. Jakarta: J.B. Wolters, 1952.

Luxemburg, Jan Van, dkk. Tentang Sastra. Diterjemahkan oleh Akhdiati Ikram. Jakarta: Intermasa, 1989.

Maryaeni. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara, 2005.

Piah, Harun Mat. Puisi Melayu Tradisional. Kuala Lumpur: dewan Bahasa dan Pustaka, 1989.
Pradopo, Rachmat Djoko. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2012.

Ratna, Nyoman Kutha. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.

Reaske, Christopher Russel. How to Analyze Poetry. New York: Monarch Press, 1966

Rosyidi, M. Ikwan dkk. Analisis Teks Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010

Sanusi, Efendi. Sastra Lisan Lampung. Lampung: Unila, 2013.

Saraswati, Ekarini. Sosiologi Sastra: Sebuah Pemahaman Awal. Malang:UMM Press, 2003.

Siswantoro. Metode Penelitian Sastra: Analisis Struktur Puisi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Spradley, James P. Participant Observation. New York: Holt, Rinehert and Winston, 1980.

Tarigan, Henry Guntur. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa, 2011

Taylor, Richard. Understanding the Elements of Literrature. London: Macmillan, 1981.

Teeuw. Khazanah Sastra Indonesia Beberapa Masalah Penelitian dan Penyebarannya. Jakarta: PT Gramedia, 1982

------- . Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya, 1984

Tuloli, Nani. Khazanah Sastra Lisan. Gorontalo: STKIP, 1995.

-------. Tanggomo: Salah Satu Ragam Sastra Lisan Gorontalo. Jakarta: Intermasa,1991.

Waluyo, Herman J. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga, 1987.










                       





Add Comments


EmoticonEmoticon