STRUKTUR
SASTRA LISAN WAYAK MASYARAKAT PESISIR
BARAT
ABSTRACT
Oleh
Armina*)
(arminafasya@gmail.com)
Kata Kunci:
Struktur, Wayak, Masyarakat Pesisir
Barat
Wayak merupakan
pantun yang digunakan oleh masyarakat Pesisir Barat dalam bentuk monolog
ataupun dialog. Orang tertarik mendengarkan wayak
yang dilakukan di pesta pernikahan, pelengkap acara muda-mudi, radio daerah,
dan televisi daerah. Permasalahan
dalam penelitian ini berkaitan dengan struktur yang terdapat
dalam Wayak sehingga menjadi populer
dalam masyarakat Pesisir Barat dari dulu sampai sekarang. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menggambarkan struktur yang terdapat dalam Wayak sebagai sastra lisan. Penelitian ini termasuk jenis penelitian
kualitatif dengan menggunakan ancangan etnografi untuk melakukan analisis sastra lisan Wayak dalam merekonstruksi struktur budaya masyarakat
pemiliknya. Pengumpulan data dilakukan melalui studi dokumen, wawancara, dan observasi. Dalam pengumpulan data, peneliti berfungsi sebagai
instrumen kunci. Struktur
sastra lisan wayak masyarakat Pesisir
Barat yang ditemukan dalam penelitian ini meliputi (1) kerangka wayak terdiri dari bait pembuka, isi,
dan penutup; (2) konstruksi wayak
terdiri dari empat baris; (3) jumlah kata dan suku kata wayak terdiri dari tiga kata dan tujuh suku kata; (4) rima wayak beragam yaitu ABAB, AAAA, dan
ABBB; (5) perulangan bunyi wayak ada
dua jenis yaitu perulangan bunyi vokal dan konsonan; (6) nada wayak berupa mengajak, menasihati,
mengejek, sombong, kebahagiaan, kekecewaan, dan kesedihan; (7) gaya bahasa wayak terdiri dari paralelisme, inversi,
dan elipsis; (8) bahasa kiasan dalam wayak
meliputi perumpamaan, hiperbola, sinekdoke, dan metafora; (9) formasi sintaksis
wayak yaitu pemakaian pronomina dan
pemakaian afiks; (10) alat musik pengiring wayak
berupa organ tunggal atau rebana; dan (11) tempo wayak terdiri dari tempo rendah tinggi dan cepat lambat.
*) Kepala SMKN 2 Metro
PENDAHULUAN
Wayak merupakan pantun yang digunakan oleh
masyarakat Pesisir Barat dalam bentuk monolog ataupun dialog. Wayak digunakan sebagai pengantar acara
adat, pelengkap acara pelepasan pengantin wanita ke tempat pengantin pria,
pelengkap acara tarian adat, pelengkap acara muda-mudi, senandung saat
meninabobokkan anak, dan pengisi waktu bersantai. Struktur wayak memiliki kemiripan dengan pantun. Wayak sebagian besar terdiri dari empat baris, dua baris pertama
merupakan sampiran dan dua baris selanjutnya merupakan isi. Hal ini sesuai
dengan ciri-ciri pantun pada umumnya. Namun, ada pula wayak yang setiap barisnya merupakan isi atau tidak ditemukan
sampiran. Hal ini merupakan
salah satu pembeda antara wayak
dengan pantun.
Selain hal di atas, terdapat pula
perbedaan antara wayak dengan pantun.
Hal ini dapat dilihat dari jumlah pada setiap baris wayak. Dalam pantun, jumlah kata pada setiap baris didominasi
dengan empat kata, sedangkan pada wayak
jumlah kata pada setiap barisnya didominasi tiga kata. Selain itu, rima dalam wayak lebih didominasi dengan pola a, b,
a, b. sedangkan rima pada pantun banyak yang berpola a, b, a, b dan banyak pula
yang berpola a, a, a, a.
Wayak
merupakan karya seni dalam bentuk puisi lisan. Puisi lisan tersebut merupakan
sebuah teks sastra. Teks wayak
memunyai struktur sebagaiman puisi pada umumnya. Piah (1989:123) berpendapat
bahwa pantun memiliki struktur luaran dan struktur dalaman. Struktur luaran
mencakup bait, jumlah kata dalam setiap baris, jumlah suku kata, adanya
sampiran dan maksud, rima,
dan bait mengandung satu pikiran yang bulat dan lengkap. Sedangkan struktur
dalaman mencakup penggunaan lambang-lambang, misalnya simile, metaphor, imajeri,
dan simbol.
Wolosky (2008:3) berpendapat bahwa
struktur atau elemen dari puisi terdiri atas pilihan kata (diction) dan susunan kata (sintax),
bunyi (sound), dan perhentian (pause), imaji (image), dan bahasa kiasan (language
of figures). Taylor (1981:163-215) membagi struktur puisi terdiri atas pola
bahasa (patterns of language), bahasa
kiasaan (language of speech), irama (rhythm), dan pola bunyi (sound patterning). Reaske (1966:12-24)
menjelaskan bahwa kajian tentang struktur dasar puisi, kerangka teknis dan pola
konstruksi disebut versification.
Struktur dasar yang dimaksud meliputi irama dan meter, rima, dan bait.
Siswantoro (2010:63) berpendapat bahwa unsur-unsur intrinsik puisi mencakup
diksi, gaya bahasa, pencitraan, nada suara, ritme, rima, bentuk puisi,
aliterasi, asonansi, konsonansi, hubungan makna, dan bunyi.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas,
maka struktur puisi dalam wayak
sebagai sastra lisan yang akan dianalisis adalah (1) pilihan kata; (2) bait;
(3) rima; (4) irama; (5) pengulangan bunyi; (6) nada; (7) bahasa kiasan; dan
(8) pola gaya bahasa.
Pilihan kata (diction) merupakan salah satu unit dasar dalam membangun sebuah puisi. Pilihan kata dalam puisi
mempertimbangkan aspek bunyi, makna, hubungan sintaksis, dan nilai estetika. Bait (stanza) adalah kumpulan baris-baris yang
tersusun secara teratur, dengan struktur tetap, konsisten, dan harmonis. Pada
umumnya puisi dibangun baitnya berdasarkan skema rima. Jumlah baris dalam
setiap bait bervariasi. Bait yang terdiri dari dua baris disebut kuplet (couplet). Untuk bait yang terdiri dari tiga
baris disebut triplet. Jenis bait
kuplet atau triplet pada umumnya menggunakan skema rima AAA. Kemudian bait puisi yang
terdiri dari empat baris disebut kuatrain (quatrain).
Rima (rhyme)
pada umumnya merupakan pengulangan bunyi yang sama untuk membentuk musikalitas.
Rima tidak saja mengedepankan bunyi yang artistik melainkan juga gagasan yang
dipancarkan melalui kata-kata yang dipilih oleh penyair. Irama (rhtym) merupakan unsur yang terdapat
dalam puisi. Siswantoro (2010:124) menjelaskan
bahwa irama atau ritme merujuk pada perulangan suara yang mengalir seperti
gelombang, turun-naik disebabkan oleh tatanan tekanan (arrangement of stress).
Pengulangan bunyi dalam puisi berupa
aliterasi dan asonansi. Siswantoro (2010:136) menjelaskan bahwa aliterasi
terkait dengan perulangan bunyi konsonan sedangkan asonansi pengulangan bunyi
vokal. Nada (tone) merupakan sikap
penyair terhadap pembaca. Dalam teks puisi terdapat komunikasi antara penyair
dan pembaca. Waluyo (1987:125) mengemukakan bahwa nada terkait dengan sikap
penyair terhadap pembaca. Penyair bersikap menggurui, menasehati, mengejek, menyindir, atau bersikap lugas
hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca.
Majas (figure of speech) merupakan bagian terpenting dalam puisi. Penyair
menyampaikan pesan
dalam bentuk simbolik. Untuk menangkap pesan-pesan pembaca atau pendengar
dipadu dengan bahasa kiasan. Bahasa kiasan
berbentuk ungkapan-ungkapan dalam tataran makna konotatif. Taylor (1981:165) membagi
majas (figure of speech) dalam tiga
bagian yaitu perbandingan dan penggantian (comparationand
substitution), representasi dengan penggantian (representing by substitution), dan kontras dan pembalikan (contras by discrepancy and inversion).
Luxemburg dkk (1987:60-64) membagi majas dalam empat jenis yaitu (1) majas
pertentangan, misalnya “ada waktu untuk datang, ada waktu untuk pergi”; (2)
majas identitas mencakup perumpamaan dan metafora, misalnya “anak itu bodoh
seperti kerbau”; (3) majas kontinguitas, misalnya dalam bentuk metonimia dan
sinekdoke; dan (4) majas simbolik, misalnya lampu merah tanda lalu lintas
bermakna berhenti. berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka jenis majas yang akan
dilihat pada Wayak meliputi simile,
hiperbola, sinekdoke, dan metafora.
Gaya bahasa (style of language) merupakan proses transformasi teks sastra. Transformasi tersebut
dapat terjadi juga dalam teks-teks puisi. Luxemburg dkk (1987:64) menjelaskan
bahwa gaya bahasa sebuah teks ditandai tidak hanya dengan pilihan kata tetapi
juga oleh perpanjangan kalimat, sifat kalimat, dan cara konstruksi kalimat. Ada
tiga bentuk gaya bahasa yang ada dalam teks sastra yaitu, paralelisme, invers,
dan elips. Paralelisme disebut sebagai perulangan pola kalimat yang sama (repetition of similar syntactic patterns).
Invers merupakan gaya bahasa yang ditandai dengan pembalikan sintaksis (syntactic dislocation). Elips adalah
jenis gaya bahasa yang ditandai dengan penghilangan unsur sintaksis (syntactic deletion).
Permasalahan dalam penelitian ini berkaitan dengan struktur
yang terdapat dalam Wayak
sehingga menjadi populer dalam masyarakat Pesisir Barat dari dulu sampai
sekarang. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk
menggambarkan struktur yang terdapat dalam Wayak
sebagai
sastra lisan. Penelitian ini
termasuk jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan ancangan etnografi
untuk melakukan analisis sastra lisan Wayak
dalam merekonstruksi struktur budaya masyarakat pemiliknya. Pengumpulan data
dilakukan melalui studi dokumen, wawancara, dan observasi. Dalam pengumpulan data, peneliti
berfungsi sebagai instrumen kunci.
PEMBAHASAN
Kabupaten Pesisir
Barat merupakan kabupaten
yang terdiri dari daratan, pegunungan, dan laut. Dari wilayah tersebut,
penduduk di kabupaten ini
dapat berkreasi dalam menciptakan lapangan pekerjaan. Di alam berupa daratan
mereka memanfaatkan lahan untuk berdagang. Di daerah pegunungan mereka dapat
bertani atau berkebun. Sedangkan di daerah lautan mereka banyak yang menjadi
nelayan. Selain itu, mata pencaharian
penduduk Kabupaten Pesisir Barat
juga ada yang sebagai pegawai negeri atau pun swasta.
Rutinitas
sehari-hari masyarakat Pesisir Barat berjalan sesuai mata pencaharian
masing-masing. Interaksi yang terjadi membuat mereka menjadi semakin erat.
Dalam interaksi sosial, masyarakat Pesisir Barat banyak menggunakan bahasa
Indonesia. Bahasa Indonesia banyak digunakan di tempat kerja, sekolah, dan
terkadang di dalam lingkungan keluarga atau rumah. Penggunaan bahasa Lampung
sudah sangat jarang digunakan oleh generasi muda apalagi bagi mereka yang
tinggal di daerah kota. Mereka lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia dalam
berkomunikasi. Penggunaan bahasa Lampung lebih banyak digunakan oleh mereka
yang tinggal di daerah pedesaan. Penggunaan
bahasa Lampung lebih digunakan dalam acara adat seperti butetah, hahiwang, butangguh, nyambai, miyah damagh, kedayek, cangget atau
pun tradisi lisan yang lainnya. Bahasa
Lampung terdiri atas dua dialek yaitu dialek O dan dialek A. Bahasa Lampung
dialek O meliputi Abung dan Menggala. Bahasa Lampung dialek A meliputi Way
Kanan, Sungkai, Melinting, Pubian, Pesisir, dan Pemanggilan Jelema Daya.
Data rekaman tukang wayak berjumlah 29 orang yang berasal dari 17 marga yang ada di Pesisir
Barat. Berikut nama-nama tukang wayak,
asal desa, pekerjaan, usia, jumlah bait
wayak, dan jumlah baris wayak.
NO
|
NAMA
|
PEKON
|
PEKERJAAN
|
USIA
|
JMLHBAIT
|
JUMLAH BARIS
|
1.
|
Zenti Yunani
|
Cahaya Negeri
|
Ikut Orang Tua
|
26
|
6
|
24
|
2.
|
Rahman
|
N. Ratu
|
P. PNS
|
62
|
21
|
84
|
3.
|
M. Zen Azhari
|
N. Ratu
|
Tani
|
67
|
9
|
36
|
4.
|
Idrus
|
M. Maya
|
Wiraswasta
|
68
|
8
|
32
|
5.
|
Sayuti Lubis
|
Kuta Batu
|
Wiraswasta
|
50
|
8
|
32
|
6.
|
Kulin Mustapa
|
N. Ratu
|
Tani
|
46
|
8
|
32
|
7.
|
Mursi.M Mamak Lawok
|
P. Raya
|
Serabutan
|
60
|
32
|
128
|
8.
|
Moified
|
T. Jati
|
Tani
|
49
|
15
|
60
|
9.
|
Minan Datun
|
Bambang
|
Ibu rumah tangga
|
48
|
13
|
52
|
10.
|
Khoidir
|
Penengahan
|
Tani
|
79
|
6
|
24
|
11.
|
Mupit Dalena
|
T. Sakti
|
Tani
|
59
|
52
|
208
|
12.
|
Tamrin
|
Suka Marga
|
Tani
|
57
|
8
|
32
|
13.
|
Samsi
|
P. Krui
|
Wiraswasta
|
65
|
21
|
84
|
14.
|
Ali Muksin
|
N. Ratu
|
Wiraswasta
|
70
|
26
|
104
|
15.
|
Irwan Piskal
|
Jambat
|
Sekdes
|
36
|
10
|
40
|
16.
|
Kausar Mas
|
Way Sindi
|
PNS
|
49
|
6
|
24
|
17.
|
Safarudin
|
Walur
|
Nelayan
|
42
|
5
|
20
|
18.
|
Chairani
|
K. Dalam
|
Ibu rumah tangga
|
50
|
10
|
40
|
19.
|
Hendrik Gunawan
|
Bandar
|
Tani
|
52
|
4
|
16
|
20.
|
Hipzon
|
Pagar Bukit
|
Tani
|
45
|
7
|
28
|
21.
|
Samsul Bahri
|
Way Haru
|
Tani
|
65
|
3
|
12
|
22.
|
Anton Cabara
|
Canggu
|
LSM
|
53
|
8
|
32
|
23.
|
Edi Yurizal
|
Tapak Siring
|
PNS
|
37
|
11
|
44
|
24.
|
Siswanto
|
G. Kemala
|
LSM
|
43
|
6
|
24
|
25
|
Fahrizal Efendi
|
Way Suluh
|
Tani
|
79
|
10
|
40
|
26.
|
Ricardo
|
B. Waras
|
Tani
|
67
|
10
|
40
|
27.
|
Yuzaki Chalik
|
Perpasan
|
Wiraswasta
|
55
|
15
|
54
|
28.
|
Ari sagita
|
P. Mulya
|
Honor Pemda
|
36
|
11
|
44
|
29.
|
Darmansyah
|
Pasar Pulau
|
Tani
|
48
|
11
|
50
|
Struktur
wayak yang ditemukan dalam penelitian
ini terdiri dari kerangka wayak,
konstruksi wayak, jumlah kata dan
suku kata, rima dalam wayak,
perulangan bunyi, nada dalam wayak,
gaya bahasa, bahasa kiasan, formasi sintaksis, alat musik pengiring, dan tempo wayak.
1.
Kerangka
Wayak
Kerangka wayak pada setiap bait wayak pada umumnya terdiri dari bait
pembukaan, isi, dan penutup. Bait pembuka biasanya dimulai dengan salam, bismillah,
dan permohonan maaf. Bait pembuka wayak
dapat dilihat pada contoh berikut.
Asalamualaikum
Assalamualaikum
Alaikumsalam Alaikumsalam
Niku
kumbang say mekhum Kamu
bunga yang harum
Kusambut
culuk khua Kusambut dengan
kedua tangan
Robbikumni
robbikum Robbikumni
robbikum
Robbikum
solli a'laa Robbikum solli a’laa
Assalamualikum Assalamualaikum
Nyak numpang aga cawa Permisi saya mau bicara
Ali-ali
di jaghi kikhi Cincin di jari kiri
Gelang
di culuk kanan Gelang di tangan kanan
Mahap
sunyini di ketti Maaf dengan semuanya
Ki
salah kham semahapan Kalau salah saling
memaafkan
Bait-bait pada wayak di atas merupakan bait-bait pembuka yang berisikan salam.
Salam selalu diucapkan oleh sebagian besar masyarakat Pesisir Barat ketika
mengawali kegiatan berwayak. Kata assalamualaikum dan bissmilah merupakan penanda landasan budaya masyarakat Pesisir
Barat yang selalu mengawali pembicaraan dengan mengucapkan salam. Selain
berisikan salam, bait-bait pembuka pada wayak
juga terkadang berisikan permohonan maaf.
Bait isi mencakup beragam variasi wayak yang dapat dilihat dari sudut
tema. Tema yang ada dalam wayak
terdiri dari tema percintaan (muda-mudi), agama, kekecewaan dan kesedihan, kesombongan,
merendahkan diri, kebahagiaan dan sebagainya. Berikut adalah contoh bait-bait wayak berdasarkan tema tersebut.
Mula
asalni pekhing Asal
mulanya bambu
Mulan
jak pekon liwa Bibit
dari kampung Liwa
Mula
asalku gekhing Penyebab
aku cinta kamu
Tauwa bakhong
sakula Karena kita sekolah bersama
Khiyun-khiyun
besusun Ramai-ramai berbaris
Sanak
mulang sekula Anak pulang sekolah
Kekhiloh
buyun-buyun Perilaku bagus-bagus
Dang
lupa waktu lima Jangan lupa lima waktu
mejong
pejong dihini Duduk-duduk
di pantai
ginalah
nutuk humbak Pikiran ikut ombak
nyak
miwang mak didengi Saya menangis tidak didengar
luh
tiak mak diliak Air mata jatuh tidak dilihat
Pertama
ni kamunduk Pertamanya gori
Kakhua
ni lamasa Keduanya nangka
Kipak
niku mak mukuk Kalaupun kamu tidak mau
Sangun
sekam mak haga Memang
saya tidak suka
Ngagetas
di Tekhatas Motong
padi di Teratas
Siwok
campokh sejekhu Ketan campur beras
Niku
pakhitang lutas Kamu padi pilihan
Nyak
huwok di uncuk ninyu Saya
dedak di ujung tampah
Ngegutan
siwok handak Makan ketan putih
Sejekhu
sangon pakhi Anak
padi memang padi
Hatiku
khasa mahanjak Hatiku rasa senang
Butungga
jama minak muakhi Bertemu dengan
sanak saudara
Bait-bait isi di atas merupakan
bait-bait isi wayak yang
menggambarkan perasaan hati seorang tukang wayak.
Dengan menggunakan
lambang-lambang tertentu tukang wayak
berupaya melukiskan isi hatinya. Dalam berwayak,
tukang wayak bisa saja menggunakan
kata-kata yang ada di alam seperti kata bambu, beras, gori, nangka dan
sebagainya.
Kemudian untuk bait penutup ditandai
dengan ungkapan/pernyataan wayak
sudah akan selesai. Terkadang berisi pula permohonan maaf dan berpamitan dengan
pendengar. Berikut adalah contoh bait penutup wayak.
Attak
ija cekhita Sampai di sini cerita
Attak
ija kisahni Sampai di sini kisahnya
Kantu
bang salah cawa Kalau ada salah bicara
Mahap jama
sunyinni Mohon maaf pada semua
Takhu
pai antak ija Berhenti
dulu sampai di sini
Wayak mak ngedok lagi Wayak tak ada lagi
Kintu
bang salah cawa Kalau
ada salah bicara
Mahap
bu khibu kali Mohon
maaf beribu kali
2. Konstruksi Wayak
Konstruksi
wayak pada umumnya terdiri dari empat
baris. Dua baris pertama disebut sampiran (pembayang) dan dua baris berikutnya
merupakan isi. Sampiran merupakan dua baris pembayang yang digunakan sebagai
pernyataan yang menghubungkan isi. Sedangkan isi merupakan maksud atau tujuan
yang ingin disampaikan oleh tukang wayak.
Namun terdapat pula wayak yang tidak
memunyai sampiran. Dengan kata lain baris-baris wayak tersebut hanya berisikan tentang isi/ maksud yang ingin
disampaikan.
Mak pandai nginong kayu
Perulang nyak ulehmu
|
Sampiran
Isi
|
Burung bersarang di atap
Tidak tahu jenis kayu
Sawah jauh tidak menginap
Pulang pergi karena dirimu
|
Nyak
nutuk aku minan Saya
ikut kamu bibi
Sapa
ditunggu dija Siapa
yang kutunggu disini
Kik
nyani kekhitukan Tetapi jika membuat repot
Tokko
nyak dikhanglaya Buang
saya di jalan
3.
Jumlah
Kata dan Suku Kata
Jumlah
kata pada setiap baris wayak tiga kata dan jumlah suku kata (syllable) pada setiap baris wayak
tujuh suku kata.
Nga-de-khap ha-tok
si-khap (3/ 3,2,2) Hujan
di atas sirap
Ga-lum-pai
ni- jam
ba-tu (3/ 3,2,2) Gubuk
bertangga batu
Ti-kin-cau mu-loh la-tap (3/ 3,2,2) Terbuang kembali
penuh
Ki-nyak te-mu
di-ni-ku (3/ 2,2,3) Kalau
saya jadi milikmu
A-jo
su-khat-ku em-mak (3/2,3,2) Ini
suratku ibu
Ku-tu-ju-
ko mid
ku-ti (3/4,1, 2) Kutujukan pada kalian
A-jo su-khat-ku ba-pak (3/2,3,2) Ini suratku Bapak
Ma-hap-ko pay
nyak la-wi (4/ 3,1,1,2) Maafkan
dulu saya
4.
Rima
dalam Wayak
Rima atau
pola bunyi yang terdapat dalam wayak
beragam. Namun rima atau pola bunyi yang dominan pada wayak adalah ABAB dan pola AAAA. Sedangkan pola ABBB ditemukan hanya satu bait.
Nilai estetis wayak terlihat pada
pembentukan kata-kata dengan bunyi yang serupa di bagian akhir kata.
Api
kabakhni pugung Apa
kabarnya Pugung
Munyainyan
juga kudo Apakah dalam keadaan sehat?
Api kabkhni
bukhung Apa kabarnya burung
Malih
tindekhni kudo Apakah pindah tempat
hinggapnya?
Berlayar
lawok Krui Berlayar di laut Krui
Cakak
jukung katekh sai Naik perahu sayapnya satu
Nyak
gekhing kidang khugui Saya cinta tetapi ragu
Labuh
mu ui lain sai Pacarmu tidak hanya satu
Mula
tanno puakhi(A) Kita bersaudara
Jejama
kham bugiat(B) Sama-sama bekerja
Nyin
dapok maju pesat(B) Supaya dapat maju pesat
Husus
ni Lappung Barat(B) Khususnya
Pesisir Barat
5.
Perulangan
Bunyi
Perulangan
bunyi yang terdapat dalam wayak
ada dua jenis yakni perulangan bunyi vokal dan konsonan.
Perulangan bunyi vokal sering disebut dengan asonansi dan Perulangan bunyi
konsonan sering disebut dengan aliterasi.
Betawi tano mangi Betawi sekarang sepi
Belanda pekhang di Aceh Belanda perang di Aceh
Tikebang ngicok-icok Terbang melayang-layang
Kidang khisok kubimbing Tetapi
selalu kuingat
Kingitung
bangik bandung Kalau
ingat bersama-sama
Haga dang lipang lagi Jangan
berpisah lagi
Kekhiloh
khek kedayok Terkenang
masa lalu
Mak niku kindo mawat Kalau bukan
kamu siapa lagi
6.
Nada
dalam Wayak
Nada
(tone) dalam wayak merupakan perwujudan emosi atau luapan perasaan dari seorang
tukang wayak yang ingin disampaikan
kepada pembaca. Dapat dikatakan bahwa nada (tone)
merupakan sikap tukang wayak terhadap
pembaca/pendengar. Sikap tersebut bisa berupa mengajak, menasihati, mengejek, sombong, menunjukkan kebahagiaan,
kekecewaan, kesedihan dan sebagainya. Misalnya Minan Datun seorang tukang wayak
yang berwayak dalam acara festival Pesisir
Barat. Di hadapan audiens, ia mengajak untuk bersama-sama membangun Pesisir
Barat agar tercipta kehidupan yang mufakat. Berikut adalah contoh wayak sesuai pemaparan tersebut.
Yukidah
Lappung Barat Dialah
Pesisir Barat
Kota
Liwa berbunga Kota Liwa berbunga
Sunyin khakyat
mupakat Semua
rakyat mufakat
Buguai
jama-jama Bekerja
bersama-sama
Contoh lain juga dilakukan oleh Kausar Mas
dalam bait wayaknya menasihati agar masyarakat
memperbaiki diri agar menjadi lebih baik lagi. Bersabar akan setiap cobaan yang
dihadapi dan tidak berlarut-larut dalam kesedihan. Berikut adalah contoh baris wayak tersebut.
Payu
kidah minak muakhi Baiklah
sanak saudara
Mulang
kham ngaji dikhi Mari kita
koreksi diri
Bangsa
kham lagi kena uji Bangsa
kita sedang diuji
Miwang
dang tibabiti Menangis
jangan berlarut-larut
Nada mengejek yang disampaikan oleh Basirmas. Bait
wayak ini mengungkapkan tentang perasaan tukang wayak yang sangat membenci seseorang.
Perasaan benci itu bisa disebabkan karena penolakan cinta atau memang tukang wayak benar-benar tidak menyukai orang
tersebut
Kucing-kucing
kakukhing Kucing-kucing belang
Luncat-luncat
di sabah Loncat-loncat di sawah
Panyanimu
nyak gekhing Kamu pikir saya senang
Yakindo
aga mutah Padahal mau muntah
Nada
sombong yang disampaikan oleh Basirmas. Dalam wayak ini tukang wayak menggambarkan dirinya sebagai seseorang yang paling hebat dan
sombong. Bait wayak ini mengungkapkan tentang
seorang lelaki yang menyatakan perasaan terhadap wanitanya. Namun untuk
menutupi rasa malu ketika perasaan cintanya ditolak maka sang pria mengungkapkan
sebenarnya ia tidak menyukai sang wanita tersebut.
Pertama
ni kamunduk Pertamanya gori
Kakhua
ni lamasa Keduanya nangka
Kipak
niku mak mukuk Kalaupun kamu tidak mau
Sangun
sekam mak haga Memang saya tidak suka
Wayak
dengan nada yang menunjukkan rasa bahagia disampaikan oleh Chairani. Bait
wayak ini merupakan bait wayak yang mengungkapkan perasaan bahagia dari tukang wayak. Tukang wayak ingin menyampaikan kebahagiaannya ketika berkumpul dengan
sanak saudaranya.
Ngegutan
siwok handak Makan ketan putih
Sejekhu
sangon pakhi Anak
padi memang padi
Hatiku
khasa mahanjak Hatiku rasa senang
Butungga
jama minak muakhi Bertemu dengan sanak saudara
Selanjutnya
wayak dengan nada yang menunjukkan
rasa kecewa disampaikan oleh Rahman Puspanegara. Pada
wayak ini menggambarkan kekecewaan dari tukang wayak karena menahan rindu pada sang
kekasih sampai-sampai terbawa dalam mimpi.
Kebunyi muneh samang Berbunyi pula siamang
Kakikha tengah bingi Kira-kira
tengah malam
Minjak digukhah miwang Bangun karena menangis
Niku delom hanipi Kamu ada dalam mimpi
Wayak dengan nada yang menunjukkan rasa sedih disampaikan
oleh Kausar Mas. Baris-baris wayak ini
merupakan baris-baris wayak yang
menggambarkan cerita sedih. Tukang wayak
memaparkan cerita tentang
tragedi bencana alam yang melanda masyarakat. Bencana tersebut tidak hanya
menyebabkan kerugian harta benda namun juga nyawa manusia.
Sedih
ngedengis cekhita Sedih mendengar cerita
Bencana
di dipa-dipa Bencana di mana-mana
Kokhban
lamon di hakhta Korban banyak harta
Kheno
muneh di nyawa Begitu juga nyawa
7.
Gaya
Bahasa
Bait-bait wayak memunyai gaya bahasa yang terdiri dari gaya bahasa
paralelisme, inversi, dan elipsis.
Paralelisme merupakan gaya bahasa penegasan yang berupaya pengulangan kata pada
baris/kalimat. Inversi adalah gaya bahasa yang ditandai dengan pembalikan
susunan antara dua kata dalam sintaksis, sedangkan elipsis adalah jenis gaya
bahasa yang berwujud menghilang suatu unsur kalimat yang dengan mudah dapat
diisi atau ditafsirkan sendiri oleh pembaca.
Kusanssat selom khellom Kupaksakan menyelam dalam
Asal putungga batu Asal bertemu batu
Kusanssat pedom
khellom Kupaksakan
tidur malam
Asal putungga
niku Asal
bertemu kamu
Ngelagok
nyak diruntan Heran
saya dengan Rumbia
Ngelagok
nyak dibadan Heran
saya dengan badan
Midokh-midokh
di kebun Jalan-jalan di kebun
Ngeletuh
batang kupi Memotong
batang kopi
Midokh-midokh
dimalam minggu Jalan-jalan di malam minggu
Ngabilang-bilang ombak Bermain-main di ombak
8.
Bahasa
Kiasan
Bahasa
kiasan merupakan bentuk ungkapan-ungkapan dalam tataran makna konotatif. Bahasa
kiasan digunakan tukang wayak untuk
menyampaikan pesan dalam bentuk simbolik. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan
efek-efek tertentu seperti efek makna maupun keindahan. Bahasa kiasan dalam wayak meliputi smile, hiperbola,
sinekdoke, dan metafora. Smile merupakan pengungkapan dengan perbandingan
eksplisit yang dinyatakan dengan membandingkan suatu dengan keadaan lain yang
sesuai dengan keadaan yang dilukiskannya. Hiperbola merupakan pengungkapan yang
melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk
akal. Sinekdoke merupakan pengungkapan bahasa piguratif yang mempergunakan
sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan atau sebaliknya,
sedangkan metapora merupakan pengungkapan yang membandingkan suatu benda dengan
benda karena mempunyai sifat yang sama atau hampir sama.
Injuk khunggakni minyak Seperti minyak mendidih
Galumbangni tangguli Ombaknya gula merah
Kinjukni buak buak Sepertinya kue-kue
khadu saka
kubeli Sudah
lama kubeli
Muli
halom pu pedom Gadis
hitam tukang tidur
Minjak
pu belak-belak Bangun
menjilat-jilat
Mutohni balak undom Tahi
mata sebesar batok kelapa
Dacok
pak nuba gakhak Dapat
membuat mabok kepiting
Sangun
kita bubida Memang
kita berbeda
Hukhikku
mak bukheti Hidupku tak berarti
Niku kayu lom rimba Kamu kayu dalam hutan
Nyak jukuk dibah jami Saya rumput di
bawah batang padi
Penyanaku ya
kambas Saya pikir dia
pohon kambas
Kikhani capa
Ngukha Rupanya rumput
capa muda
Penyanaku
ya bakas Saya
pikir dia laki-laki
Bang
bebai tuha nyelana Ternyata nenek pakai celana
9.
Formasi
Sintaksis
Dalam wayak juga telah ditemukan formasi
sintaksis yaitu pemakaian pronomina dan
pemakaian afiks. Pronomina yang muncul dalam baris wayak, masing-masing adalah saya, kamu, dan dia. Pemakaian afiks dalam
wayak pada morfem dasar berupa
surfiks. Surfiks dalam wayak adalah
–ni.
Ma
khelom nyak
ku pedom Larut
malam saya tidur
Mani
ngingokko niku Karena ingat
pada diri kamu
Kuselam ia mak dacok Kuselam dia tidak bisa
Geddahni kham petani Karenanya kita petani
Kidang
biasni dipa..? Tetapi
berasnya dimana?
10. Alat
Musik Pengiring
Wayak
merupakan hasil kebudayaan masyarakat Lampung yang dibawakan dengan dua cara
yakni berwayak tanpa alat musik dan
berwayak dengan menggunakan alat
musik. Keindahan wayak yang
menggunakan alat musik merupakan perpaduan antara kelihaian seorang tukang wayak dan keharmonisan alat musik
pengiringnya. Wayak pada umumnya
dipertunjukan di dalam sebuah pesta adat. Namun sekarang wayak juga sering digunakan di dalam acara penyambutan tamu. Wayak diiringi dengan alat musik seperti
organ tunggal dan tekhbang/rebana. Sebelum diiringi organ
tunggal atau tekhbang/rebana,
tukang wayak pada zaman dahulu berwayak diiringi oleh Sekhdam atau seruling bambu. Alat musik ini
merupakan alat musik tradisional yang terbuat dari bambu. Sekhdam
ini ditiup dari ujung bambu dan menggunakan nada do, re, mi, pa.
11. Tempo Wayak
Dari
hasil rekaman wayak yang
dikumandangkan oleh beberapa
informan, diperoleh tempo dalam wayak
yang sangat bervariatif. Tempo itu terdiri dari tempo rendah tinggi dan cepat lambat.
Setiap tukang wayak memunyai ciri
khas tersendiri ketika mereka berwayak.
Tempo wayak juga menyesuaikan irama
musik pengiring dari wayak tersebut.
Contoh wayak dengan tempo tinggi
rendah dan cepat lambat sebagai berikut.
Api
kabakhni pugung Apa kabarnya
Pugung
Munyainyan
juga kudo Apakah dalam keadaan
sehat?
Api kabakhni
burung Apa
kabarnya burung
Malih
tindekhni kudo Apakah
pindah tempat hinggapnya?
Hampir
semua wayak memunyai tempo tinggi
rendah dan cepat lambat. Salah satunya adalah contoh wayak yang dibawakan oleh Mupit dalena. Dalam wayak tersebut, tempo wayak
di awali dengan tempo yang tinggi yakni pada penambahan kata ‘i’. Mupit
membawakan wayak dengan menambahkan
kata ‘i’, secara transkripsi wayak
menjadi
Iiiii
apiiii kabarniiii pugungggg
Munyainyannnn
jugaaaa kudoooo, Munyainyan juga kudo
Iiiii apiiii kabrniiii burungggg
Malihhhh
tinderniiii kudoooo, Malih tinderni kudo
Baris
pertama dengan penambahan huruf di akhir kata menunjukkan bahwa tempo wayak tinggi dan lambat. Kemudian di
baris kedua menunjukkan tempo wayak
tinggi dan lambat, kemudian menjadi rendah dan cepat. Pada baris ketiga tempo wayak kembali seperti pada tempo wayak pada baris pertama yakni menjadi
tinggi dan lambat. Pada baris keempat tempo wayak
sama dengan tempo pada baris kedua yakni tinggi rendah, kemudian menjadi rendah
dan cepat.
SIMPULAN
Wayak
memunyai kemiripan dengan pantun Melayu. Konsep umum yang terdapat pada sebuah
pantun Melayu pada umumnya yakni struktur
pantun Melayu terikat dengan rima, irama, terdiri atas sampiran dan isi, urutan
bait serta jumlah kata dan suku kata. Namun, dalam wayak terdapat beberapa
hal yang berbeda yang membuat wayak memunyai
variasi tersendiri dibandingkan dengan pantun Melayu. Variasi tersebut adalah
pertama tidak selamanya bait wayak
terdiri dari sampiran dan isi, melainkan semua baris wayak tersebut merupakan isi. Kedua dalam jumlah kata pada wayak mayoritas terdiri dari tiga kata
di setiap
barisnya sedangkan dalam pantun Melayu pada umumnya jumlah kata terdiri dari
empat kata dalam setiap barisnya. Begitu pula dengan jumlah suku kata pada wayak terdiri dari tujuh suku kata di setiap barisnya sedangkan
dalam pantun Melayu, jumlah suku kata pada umumnya terdiri dari delapan suku
kata. Variasi selanjutnya terdiri adalah urutan bait. Urutan bait dalam wayak terdiri dari bait pembuka, isi,
dan penutup sedangkan pada pantun Melayu jarang dijumpai hal tersebut.
Struktur
sastra lisan wayak masyarakat Pesisir
Barat yang ditemukan dalam penelitian ini meliputi (1) kerangka wayak terdiri dari bait pembuka, isi,
dan penutup; (2) konstruksi wayak
terdiri dari empat baris; (3) jumlah kata dan suku kata wayak terdiri dari tiga kata dan tujuh suku kata; (4) rima wayak beragam yaitu ABAB, AAAA, dan
ABBB; (5) perulangan bunyi wayak ada
dua jenis yaitu perulangan bunyi vokal dan konsonan; (6) nada wayak berupa mengajak, menasihati,
mengejek, sombong, kebahagiaan, kekecewaan, dan kesedihan; (7) gaya bahasa wayak terdiri dari paralelisme, inversi,
dan elipsis; (8) bahasa kiasan dalam wayak
meliputi perumpamaan, hiperbola, sinekdoke, dan metafora; (9) formasi sintaksis
wayak yaitu pemakaian pronomina dan
pemakaian afiks; (10) alat musik pengiring wayak
berupa organ tunggal atau rebana; dan (11) tempo wayak terdiri dari tempo rendah tinggi dan cepat lambat.
DAFTAR PUSTAKA
Alisjahbana, Sutan
Takdir. Puisi Lama. Jakarta: Dian
Rakyat, 2011.
Aminuddin. 2004. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Atkinson, Paul. The Ethnographic
Imagination. New York: Routledge, 1994
Balai Pustaka. Pantun Melayu. Jakarta: Balai Pustaka,
2008.
Daillie, Francois-Rene. Alam Pantun Melayu: Studies on the Malay Pantun.
Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1998.
Damono, Sapardi Djoko. Pedoman Penelitian Sosiologi Sastra.
Jakarta: Pusat Bahasa, Depdiknas, 2002.
Danandjaja, James. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dll. Jakarta: Pustaka Utama
Grafiti, 2007
Darsan, Nurdin. 2002. Sastra
Daerah Lampung. Lampung: Taman Budaya
----------------- . 2007. Serba Serbi Adat Istiadat. Lampung: DKL
Djamaris, Edwar dkk. Antologi
Sastra Lama I. Jakarta: Depdikbud, 1990.
--------.
Pengantar Sastra Minangkabau. Jakarta:
Yayasan Obor, 2002.
Dundes, Alan. The Study of Folklore. London: Prentice
Hall, 1965.
Endraswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2012.
-------- . Metodologi Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Caps, 2011.
-------- . Teori Pengkajian
Sosiologi Sastra. Yogyakarta: UNY Press, 2012.
Faruk. Pengantar
Sosiologi Sastra: dari Strukturalisme Genetik sampai Post-Modernisme. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2012.
Hooykaas C. Penjedar Sastera.
Jakarta: J.B. Wolters, 1952.
Luxemburg, Jan Van, dkk. Tentang Sastra. Diterjemahkan oleh
Akhdiati Ikram. Jakarta: Intermasa,
1989.
Maryaeni. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta:
Bumi Aksara, 2005.
Piah, Harun Mat. Puisi Melayu Tradisional. Kuala Lumpur: dewan Bahasa dan Pustaka,
1989.
Pradopo, Rachmat Djoko. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 2012.
Ratna, Nyoman
Kutha. Teori, Metode, dan Teknik
Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.
Reaske,
Christopher Russel. How to Analyze Poetry.
New York: Monarch Press, 1966
Rosyidi, M. Ikwan
dkk. Analisis Teks Sastra.
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010
Sanusi, Efendi. Sastra Lisan Lampung. Lampung: Unila,
2013.
Saraswati, Ekarini. Sosiologi Sastra: Sebuah Pemahaman Awal. Malang:UMM Press, 2003.
Siswantoro. Metode Penelitian Sastra: Analisis Struktur Puisi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010.
Spradley, James P.
Participant Observation. New York:
Holt, Rinehert and Winston, 1980.
Tarigan, Henry Guntur. Prinsip-Prinsip
Dasar Sastra. Bandung: Angkasa, 2011
Taylor, Richard. Understanding the Elements of Literrature.
London: Macmillan, 1981.
Teeuw. Khazanah Sastra Indonesia Beberapa Masalah
Penelitian dan Penyebarannya. Jakarta: PT Gramedia, 1982
------- . Sastra dan Ilmu Sastra.
Jakarta: Pustaka Jaya, 1984
Tuloli, Nani. Khazanah Sastra
Lisan. Gorontalo: STKIP, 1995.
-------. Tanggomo: Salah
Satu Ragam Sastra Lisan Gorontalo. Jakarta: Intermasa,1991.
Waluyo, Herman J. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta:
Erlangga, 1987.