Upaya penyediaan buku pendidikan yang bermutu dengan harga terjangkau bagi seluruh pelajar di negara sebesar Indonesia merupakan usaha besar dan rumit. Terlebih lagi, penduduknya yang diperkirakan oleh GeoHive pada 6 November 2009 mencapai 241 juta dan tersebar di pulau-pulau besar dan kecil membuat upaya distribusi menemui banyak kendala. Dibandingkan negara-negara lain, Indonesia termasuk negara dengan penduduk amat besar, yaitu pada urutan keempat di dunia, setelah Republik Rakyat Cina, India, dan Amerika Serikat (GeoHive, n.d.). Jumlah penduduk yang besar tersebut mendiami kira-kira enam ribu dari 17.508 pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke.
Realitas ini apabila dikaitkan dengan konteks pendidikan bermutu yang menjadi hajat setiap bangsa untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia bangsa tersebut. Tak terkecuali, bangsa Indonesia sebagai negara yang sejak berdirinya memiliki perhatian yang sangat besar terhadap pendidikan untuk terus-menerus meningkatkan mutu pendidikannya. Pendidikan yang bermutu harus didukung oleh pelbagai faktor yang juga bermutu. Salah satunya adalah buku ajar dan buku teks pelajaran.
BAHAN AJAR DAN BUKU TEKS SMA
Buku teks atau bahan ajar selalu diperlukan dalam berbagai aktivitas pembelajaran, baik dalam konteks pembelajar memberikan pengalaman belajar kepada pebelajar maupun dalam konteks pebelajar menjalani pengalaman belajar ( learning experience ). Dalam pandangan Tomlinson, istilah bahan ajar bahasa (language-learning materials) digunakan untuk segala sesuatu yang digunakan oleh para guru dan pebelajar untuk terjadinya pembelajaran bahasa, dari yang paling sederhana sampai yang paling canggih.
Dengan demikian, bahan ajar dapat berwujud kaset, video, CD-ROM, kamus, buku tata bahasa, kumpulan bahan bacaan, buku-kerja, atau bahan-bahan latihan fotokopian. Di samping itu, bahan ajar juga dapat berupa surat kabar, kemasan makanan, foto, ujaran langsung pembicara yang diundang, arahan yang diberikan guru, ujaran yang tertulis pada kartu atau diskusi antarpebelajar (Tomlinson 1998, p. 2).
Dalam sumber lain juga disebutkan bahwa definisi tersebut termasuk mencakupi bahan-bahan yang terdapat di internet (Tomlinson 2003c). Pandangan McGrath, meski tak sama persis, senada dengan pandangan di atas. Bedanya, McGrath mendefinisikan bahan ajar dalam dua cakupan. Secara umum, bahan ajar meliputi apa saja yang digunakan untuk pembelajaran, termasuk pensil, kursi, atau tas. Namun, ia tidak menggunakan definisi umum tersebut untuk membahas bahan ajar secara teknis karena definisi itu akan bersentuhan dengan media pembelajaran. Oleh karena itu, ia membatasi pengertian teknis bahan ajar hanya pada bahan-bahan yang mengandungi teks, yang dapat meliputi: (1) teks yang secara khusus dipersiapkan untuk pembelajaran bahasa (seperti buku teks, lembar kerja, dan perangkat lunak komputer); (2) bahan-bahan otentik (seperti rekaman off-air dan artikel surat kabar) yang dipilih khusus dan dipergunakan untuk tujuan pembelajaran; (3) bahan ajar tulisan guru atau dosen; dan (4) bahan-bahan buatan murid atau mahasiswa (McGrath 2003, p.7).
Salah satu bahan ajar yang amat populer di Indonesia adalah buku teks ( textbook ) atau buku pelajaran ( course book ). Kedua istilah berbahasa Indonesia tersebut sering disatukan menjadi buku teks pelajaran. Cunningsworth seperti dikutip oleh Richards (2001, p. 251) membuat rangkuman yang terdiri atas enam peran yang dimiliki buku teks pelajaran dalam pengajaran bahasa ( language teaching ), yaitu sebagai: (1) sumber sajian bahan (lisan dan tulisan); (2) sumber kegiatan praktik pebelajar dan interaksi komunikatif; (3) sumber rujukan bagi pebelajar mengenai tata bahasa, kosa kata, lafal, dan sebagainya; (4) sumber stimulasi dan gagasan untuk kegiatan kelas; (5) silabus (khususnya jika buku pelajaran mencerminkan tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditentukan); dan (6) bantuan bagi guru yang belum berpengalaman tetapi telah berani mengajar (Cunningsworth 1995, p. 7).
Pemerintah mengeluarkan aturan mengenai pembuatan, pejaminan mutu, distribusi, pemilihan, dan pemanfaatan buku melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 2 Tahun 2009. Pasal 1 Permendiknas tersebut menyebutkan empat kategori buku yang digunakan di lembaga-lembaga pendidikan, yaitu: buku teks, buku panduan pendidik, buku pengayaan, dan buku referensi.
Empat jenis buku pendukung pendidikan tersebut didefinisikan sebagai berikut. Buku teks didefinisan sebagai buku acuan wajib yang digunakan di satuan pendidikan dasar dan menengah atau perguruan tinggi yang memuat materi pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan, ketakwaan, akhlak mulia, dan kepribadian, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, peningkatan kepekaan dan kemampuan estetis, peningkatan kemampuan kinestetis dan kesehatan yang disusun berdasarkan standar nasional pendidikan.” Buku panduan pendidik didefinisikan sebagai “…buku yang memuat prinsip, prosedur, deskripsi materi pokok, dan model pembelajaran untuk digunakan oleh para pendidik.” Buku pengayaan didefinisikan sebagai “…buku yang memuat materi yang dapat memperkaya buku teks pendidikan dasar,menengah dan perguruan tinggi.” Buku referensi didefinisikan sebagai “…buku yang isi dan penyajiannya dapat digunakan untuk memperoleh informasi tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya secara dalam dan luas.”