Monday, June 17, 2019

Perkembangan Mutakhir Metodologi Pengajaran Bahasa

Upaya  penyediaan  buku  pendidikan  yang  bermutu  dengan  harga terjangkau  bagi  seluruh  pelajar  di  negara  sebesar  Indonesia  merupakan usaha besar dan rumit. Terlebih lagi, penduduknya yang diperkirakan oleh GeoHive  pada  6  November  2009  mencapai  241  juta  dan  tersebar  di  pulau-pulau  besar  dan  kecil  membuat  upaya  distribusi  menemui  banyak kendala.    Dibandingkan  negara-negara  lain,  Indonesia  termasuk  negara dengan  penduduk  amat  besar,  yaitu  pada  urutan  keempat  di  dunia, setelah Republik Rakyat Cina, India, dan Amerika Serikat (GeoHive, n.d.). Jumlah penduduk yang besar tersebut mendiami kira-kira enam ribu dari 17.508 pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke.
Realitas ini apabila dikaitkan dengan konteks pendidikan  bermutu  yang menjadi hajat  setiap  bangsa  untuk meningkatkan  mutu  sumber  daya  manusia  bangsa  tersebut.  Tak terkecuali,  bangsa  Indonesia  sebagai  negara  yang  sejak  berdirinya memiliki  perhatian  yang  sangat  besar  terhadap  pendidikan  untuk  terus-menerus  meningkatkan  mutu  pendidikannya.  Pendidikan  yang  bermutu harus  didukung  oleh  pelbagai  faktor  yang  juga  bermutu.  Salah  satunya adalah buku ajar dan buku teks pelajaran.




BAHAN AJAR DAN BUKU TEKS SMA

Buku teks atau bahan  ajar  selalu  diperlukan  dalam  berbagai  aktivitas pembelajaran,  baik  dalam  konteks  pembelajar  memberikan  pengalaman belajar  kepada  pebelajar  maupun  dalam  konteks  pebelajar  menjalani pengalaman belajar ( learning experience ).  Dalam pandangan Tomlinson, istilah  bahan  ajar  bahasa  (language-learning  materials)  digunakan  untuk segala  sesuatu  yang  digunakan  oleh  para  guru  dan  pebelajar  untuk terjadinya pembelajaran bahasa, dari yang paling sederhana sampai yang paling canggih.
Dengan demikian, bahan ajar dapat berwujud kaset, video, CD-ROM, kamus, buku tata bahasa, kumpulan bahan bacaan, buku-kerja, atau  bahan-bahan  latihan  fotokopian.  Di  samping  itu,  bahan  ajar  juga dapat  berupa  surat  kabar,  kemasan  makanan,  foto,  ujaran  langsung pembicara  yang  diundang,  arahan  yang  diberikan  guru,  ujaran  yang tertulis  pada  kartu  atau  diskusi  antarpebelajar  (Tomlinson  1998,  p.  2).
Dalam  sumber  lain  juga  disebutkan  bahwa  definisi  tersebut  termasuk mencakupi bahan-bahan yang terdapat di internet (Tomlinson 2003c). Pandangan  McGrath,  meski  tak  sama  persis,  senada  dengan pandangan  di  atas.  Bedanya,  McGrath  mendefinisikan  bahan  ajar  dalam dua cakupan. Secara umum, bahan ajar meliputi apa saja yang digunakan untuk  pembelajaran,  termasuk  pensil,  kursi,  atau  tas.  Namun,  ia  tidak menggunakan definisi umum tersebut untuk membahas bahan ajar secara teknis karena definisi itu akan bersentuhan dengan media pembelajaran. Oleh  karena  itu,  ia  membatasi  pengertian  teknis  bahan  ajar  hanya  pada bahan-bahan yang mengandungi teks, yang dapat meliputi: (1) teks yang secara  khusus  dipersiapkan  untuk  pembelajaran  bahasa  (seperti  buku teks,  lembar  kerja,  dan  perangkat  lunak  komputer);  (2)  bahan-bahan otentik (seperti rekaman  off-air  dan artikel surat kabar) yang dipilih khusus dan dipergunakan untuk tujuan pembelajaran; (3) bahan ajar tulisan guru atau dosen; dan (4) bahan-bahan buatan murid atau mahasiswa (McGrath 2003, p.7).
Salah  satu  bahan  ajar  yang  amat  populer  di  Indonesia  adalah buku  teks  ( textbook )  atau  buku  pelajaran  ( course  book ).  Kedua  istilah berbahasa  Indonesia  tersebut  sering  disatukan  menjadi  buku  teks pelajaran.  Cunningsworth  seperti  dikutip  oleh  Richards  (2001,  p.  251) membuat rangkuman yang terdiri atas enam peran yang dimiliki buku teks pelajaran  dalam  pengajaran  bahasa  ( language  teaching ),  yaitu  sebagai: (1)  sumber  sajian  bahan  (lisan  dan  tulisan);  (2)  sumber  kegiatan  praktik pebelajar  dan  interaksi  komunikatif;  (3)  sumber  rujukan  bagi  pebelajar mengenai  tata  bahasa,  kosa  kata,  lafal,  dan  sebagainya;  (4)  sumber stimulasi  dan  gagasan  untuk  kegiatan  kelas;  (5)  silabus  (khususnya  jika buku  pelajaran  mencerminkan  tujuan-tujuan  pembelajaran  yang  telah ditentukan); dan (6) bantuan bagi guru yang belum berpengalaman tetapi telah berani mengajar (Cunningsworth 1995, p. 7). 
Pemerintah  mengeluarkan  aturan  mengenai  pembuatan, pejaminan  mutu,  distribusi,  pemilihan,  dan  pemanfaatan  buku  melalui Peraturan  Menteri  Pendidikan  Nasional  (Permendiknas)  Nomor  2  Tahun 2009. Pasal 1 Permendiknas tersebut menyebutkan empat  kategori buku yang  digunakan  di  lembaga-lembaga  pendidikan,  yaitu:  buku  teks,  buku panduan pendidik, buku pengayaan, dan buku referensi.

Empat jenis buku pendukung  pendidikan  tersebut  didefinisikan  sebagai  berikut.  Buku  teks didefinisan  sebagai  buku  acuan  wajib  yang  digunakan  di  satuan pendidikan  dasar  dan  menengah  atau  perguruan  tinggi  yang  memuat materi  pembelajaran  dalam  rangka  peningkatan  keimanan,  ketakwaan, akhlak  mulia,  dan  kepribadian,  penguasaan  ilmu  pengetahuan  dan teknologi,  peningkatan  kepekaan  dan  kemampuan  estetis,  peningkatan kemampuan kinestetis dan kesehatan yang disusun berdasarkan standar nasional  pendidikan.”  Buku  panduan  pendidik  didefinisikan  sebagai “…buku  yang  memuat  prinsip,  prosedur,  deskripsi  materi  pokok,  dan model  pembelajaran  untuk  digunakan  oleh  para  pendidik.”  Buku pengayaan didefinisikan sebagai “…buku yang memuat materi yang dapat memperkaya  buku  teks  pendidikan  dasar,menengah  dan  perguruan tinggi.”  Buku  referensi  didefinisikan  sebagai  “…buku  yang  isi  dan penyajiannya  dapat  digunakan  untuk  memperoleh  informasi  tentang  ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya secara dalam dan luas.”

Add Comments


EmoticonEmoticon